Selasa, 09 Desember 2008

psikologi

ANAK Pun Bisa STRES!

Tanda-tandanya: anak sering murung, marah-marah tanpa sebab, hilang nafsu makan, dan enggan bersosialisasi.

Ada dua sumber stres pada anak, yakni nature/alami dan nurture/pengasuhan. Faktor alami bisa karena genetik atau kelainan biologis. Misalnya terjadi gangguan neurotransmitter pada saraf. Gangguan ini membuat yang bersangkutan sejak lahir akan mudah merasa cemas atau stres berlebihan, terutama bila pemicunya muncul. Sementara yang termasuk faktor pengasuhan adalah akibat pola asuh yang salah, penyimpangan interaksi keluarga atau kehidupan keluarga yang penuh dengan konflik.

Meski begitu bukan berarti anak yang "berbakat" stres, kelak akan jadi mudah stres. Bila pola asuh orangtua positif, seperti mendukung dan mendorong anak untuk selalu aktif, memenuhi kebutuhan anak tanpa memanjakan, mengajarkan tanggung jawab dan bentuk-bentuk pengasuhan yang positif lainnya, bisa saja sampai akhir hayat mental si anak berkembang sehat.

Sebaliknya, meskipun tak punya "bakat" untuk gampang stres, bila pola asuhnya tidak tepat semisal memberikan pro-teksi berlebihan, selalu meng-kritik anak, atau terlalu memanjakan, lama-lama si anak jadi tak aman dan tak mampu memahami dirinya sendiri. Hal ini menjadi "bibit" rasa rendah diri, minder, dan rasa tak berguna yang dapat berkembang menjadi gangguan mental. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan di Amerika Serikat, hasilnya menunjukkan 70% gangguan mental pada anak lebih disebabkan pola pengasuhan yang salah ditambah dengan peranan lingkungan yang tidak mendukung anak untuk berkembang sehat secara mental.


Bayi
Sumber stres:
Ketidaknyamanan yang dirasakannya, seperti sering diabaikan oleh lingkungannya, keberadaan orang asing, udara pengap, stimulasi berlebihan, celana basah/kotor akibat pipis atau pup yang tidak segera ditangani, atau rasa lapar yang berkepanjangan.

Gejala:
Tidak memberikan respons ketika didekati atau bahkan disentuh. Bayi juga bisa memalingkan muka ketika bertemu dengan hal-hal yang menjadi sumber kecemasannya. Semisal, memalingkan muka atau menghindari kontak mata ketika berhadapan dengan ibu/ayah yang dinilai menelantarkan dirinya. Ingat, bayi mempunyai perasaan yang sangat sensitif sehingga ketidakacuhan orangtua dapat menimbulkan kekecewaan yang dalam. Bayi yang tidak bahagia juga sering menampilkan ekspresi murung. Tanda stres juga tampak pada tangis yang berkepanjangan tanpa sebab dan sering rewel.

Balita
Sumber stres:
Stres si batita masih bersumber dari keluarga karena kehidupan anak batita pun masih berputar pada keluarganya. Kejadian-kejadian yang bagi orang dewasa remeh bisa merupakan tekanan bagi si batita lo! Umpamanya, anak yang sering merasa kehilangan orang terdekatnya dengan "tiba-tiba". Ditandai dengan selalu menangis saat ditinggal pergi orangtuanya (ke kantor, umpamanya).
Pemicu stres lain, saat ia merasa tertekan ketika ingin mengeksplorasi lingkungan. Ingat, di usia ini rasa ingin tahu anak sangat tinggi. Ia tak segan-segan mencoba semua benda dan segala sesuatu yang baru dikenalnya. Tak jarang rasa ingin tahu yang besar bisa mendorong anak melakukan berbagai "kesalahan", seperti membuang makanan seenaknya atau menjatuhkan vas kesayangan bunda. Akibatnya orangtua melarang anaknya bermain. Pembatasan ini bisa membuat anak kecewa. Belum lagi bila dari perilaku ini, anak dikenai sanksi dari orangtuanya semisal dimarahi. Padahal anak usia ini belum tahu nilai baik-buruk perbuatan yang dilakukannya.
Gejala:
Cenderung emosional seperti menangis atau berteriak tanpa sebab yang jelas atau terjadi perubahan pola makan.

Solusi:
Untuk mengatasinya, perlu dicari penyebab stresnya. Jika karena si anak merasa tak diacuhkan, orangtua harus lebih banyak meluangkan waktu untuknya. Pasalnya, rasa aman dan nyaman pun wajib ditumbuhkan dalam diri si batita karena di usia ini anak masih sangat membutuhkan kelekatan dengan orang terdekatnya, baik itu ayah, ibu, maupun kakek neneknya.

Bila ia takut ditinggal ke kantor, beri pengertian pada anak bahwa orang-orang di rumah sama baiknya dengan ayah atau ibu dan bisa menjaganya. Intinya, agar anak tetap tenang berada di rumah dan siap berpisah sementara, orangtua mesti rajin menjalin komunikasi dengan anak. Sampaikan dengan bahasa sederhana sehingga mudah ditangkap anak.

Bersikaplah bijak terhadap semua tuntutan yang diminta anak. Orangtua perlu menjelaskan bahwa ada kebutuhan yang bisa dipenuhi saat itu juga, tapi ada pula kebutuhan yang terpaksa ditunda atau malah ditolak sama sekali. Konsep ini perlu dikenalkan sebab di usia ini masih egosentris; semua yang diminta harus dikabulkan saat itu juga tanpa peduli bagaimana situasi dan kondisinya. Jika semua permintaannya selalu dikabulkan, anak justru amat berpeluang menunjukkan perilaku negatif saat dewasa kelak. Bukan tidak mungkin pula setiap kali permintaannya ditolak, anak bisa stres karena merasa jadi sosok yang terbuang dan tidak disayang lagi.

Jangan sampai memarahi si kecil dengan cara membentak yang hanya akan membuat anak takut dan cemas. Sampaikan semua perintah dan larangan dengan lembut tetapi tegas. Jika Anda khawatir dengan keselamatannya dalam mengeksplorasi lingkungan, Anda bisa mengawasinya dari jauh tanpa mengekangnya. Tindakan yang lebih bijaksana adalah menyingkirkan benda-benda berbahaya di sekitarnya untuk beberapa waktu di rumah.

Pra Sekolah
Sumber stres:
Umumnya anak stres ketika ia merasa tidak mampu, contoh ketika kalah dalam satu perlombaan yang sangat dinantikannya, saat menjalani tes masuk TK, tahu bahwa ia sudah melakukan kesalahan dan takut mengakuinya di hadapan orangtua, dan karena orangtua sering memberikan komentar yang memojokkan atau anak diberi label negatif. Namun pemberian label positif yang berlebihan pun bukan tindakan bijaksana. Anak akan terbentuk menjadi pribadi yang sombong dan tak menyadari kekurangan dirinya. Anak seperti ini akan mudah frustrasi dan depresi jika dihadapkan pada kegagalan atau kala memasuki ajang kompetisi yang ketat.

Gejala:
Emosi menjadi tak stabil seperti gampang marah dan menangis atau kelihatan sedih sepanjang waktu. Anak juga terlihat kehilangan kegembiraan dan malas melakukan kegiatan apa pun. Pola makan berubah seperti emoh makan atau malah makan berlebihan. Selain itu tidur siang ataupun tidur malam tampak tak nyenyak. Bahkan anak sering terbangun di malam hari karena mimpi buruk.

Solusi:
Di usia ini, anak mulai mengenal konsep diri. Oleh sebab itu pola asuh orangtua akan menentukan, apakah anak akan memiliki konsep diri positif atau negatif. Konsep diri dalam psikologi merupakan keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya.

Nah, agar anak mempunyai konsep diri positif, orangtua jangan sekali-kali memberi label negatif pada anak. Sangat mungkin lambat laun anak akan bersikap sesuai dengan label yang diberikan. Jika anak sudah dicap nakal, maka ia pun akan berperilaku nakal. Jadi, daripada memberi label, orangtua hendaknya fokus untuk melontarkan kritik atau teguran pada perilaku negatifnya saja.

Anak juga mesti diarahkan agar selalu berpikir positif. Jelaskan ada hal-hal tertentu yang tak perlu dikhawatirkan atau ditakuti secara berlebihan. Saat anak akan menjalani tes, contohnya, orangtua mesti meyakinkan anak bahwa ia bisa melaluinya dengan baik asalkan mau mempersiapkan diri menghadapi tes tersebut.

Anak Sekolah
Sumber stres:
Di usia ini orangtua mesti ekstra- waspada. Sebab, depresi yang berujung pada percobaan bunuh diri sering terjadi di usia sekolah. Penyebab stres pada anak usia sekolah disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal misalnya dari sekolah dan lingkungan pergaulan. Contohnya guru-guru tidak akomodatif, pelajaran dirasa terlalu berat, minder pada kehebatan atau kondisi teman lain yang dinilainya lebih atau akibat adanya gangguan (bully) dari teman-temannya.
Faktor internal umumnya datang dari keluarga semisal anak menjadi tak aman karena adanya kekerasan domestik, tuntutan yang berlebihan dari orangtuanya, terutama dalam hal akademis atau persaingan antara kakak-adik. Faktor-faktor ini dapat menjadi pemicu stres sehingga ketika si anak mendapat masalah sekecil apa pun, dia mudah tertekan.

Ada juga stres yang diakibatkan oleh interaksi antara faktor eksternal dan internal (multifaktor) meski nantinya ada satu yang mencetuskannya menjadi stres. Semisal, di sekolah dianggap tak mampu sehingga sering diejek guru atau teman, nah di rumah orangtuanya menambahi dengan sering memberi label negatif.

Gejala:
Misalnya saja anak jadi sulit berkonsentrasi, emosi tak stabil, gampang marah dan menangis, kelihatan sedih sepanjang waktu, sulit menemukan aktivitas yang menciptakan kegembiraan, kehilangan selera makan atau malah makan berlebihan. Selain itu pola tidur terganggu. Anak sering terbangun di malam hari karena mimpi buruk, sulit bangun di pagi hari, atau seharian penuh ingin tidur saja. Di rumah ia kehilangan minat ikut serta dalam kehidupan keluarga. Hubungan dengan saudara atau kerabat dekat mengalami perubahan.

Di luar rumah, hubungan dengan teman sebaya memburuk. Ia cenderung menarik diri dan tidak tertarik bermain dengan teman sebaya atau berkelahi hanya karena persoalan sepele. Ia enggan pergi ke sekolah dengan berbagai alasan. Ia juga cenderung mengabaikan tugas-tugas sekolah atau kegiatan setelah sekolah.

Solusi:
Ketika mendapati tanda-tanda stres pada anak, orangtua harus mencari tahu penyebabnya agar dapat memberikan solusi yang tepat bagi perbaikan mentalnya. Untuk diketahui, kemampuan kognitif atau pola berpikir anak usia sekolah sudah berkembang pesat tetapi belum banyak diimbangi dengan kemampuan mentalnya. Pada saat menemui masalah, ia cenderung melakukan penyelesaian dengan jalan pintas. Dalam hal ini anak sudah bisa berpikir secara terencana tetapi tujuannya masih jangka pendek. Beda halnya dengan orang dewasa yang sudah bisa memperhitungkan segala sesuatunya untuk jangka panjang.

Contoh ekstremnya, anak SD yang merencanakan tindakan bunuh diri tujuannya hanyalah lepas dari tekanan yang mengimpitnya. Ia merasa menemukan jalan pintasnya dengan cara itu. Padahal tekanan yang mendera umumnya hanyalah masalah "sepele" seperti tidak sanggup membayar uang kegiatan sekolah, minder, tidak tahan terhadap ejekan teman, dan sebagainya. Anak belum tahu permasalahan seperti itu bisa dipecahkan.
Untuk menghindari tekanan pada anak, hal paling utama yang dilakukan adalah rajin berkomunikasi untuk melihat sumber stresnya tersebut. Jika ia merasa iri karena melihat temannya yang berlebih, orangtua harus menjelaskan bahwa materi bukanlah ukuran kesuksesan dan kemuliaan seseorang.

Bila sumber stresnya adalah beban pelajaran yang berlebihan, orangtua dapat berkomunikasi dengan guru agar memberi beragam tugas dan kegiatan les yang porsinya sesuai dengan kondisi anak. Orangtua harus realistis bila kemudian ternyata tuntutan sekolah memang lebih tinggi dari kemampuan kognitif anak. Mungkin, pindah sekolah adalah salah satu solusi yang bijak bila anak memang tak mampu mengikutinya.

Untuk membantu anak menghadapi konflik antarteman, bekali dirinya dengan kemampuan berpikir dan bernegosiasi. Namun, hindari intervensi kecuali jika anak memang benar-benar tidak mampu menyelesaikan masalahnya.


Pentingnya Lentur Jiwa

Tak hanya kesehatan fisik, kesehatan psikis pun penting untuk anak-anak. Karena hanya anak-anak yang mampu mengelola emosinya dan menjaga kesehatan jiwanyalah yang mampu bertahan di segala gelombang cobaan kehidupan. Ciri-ciri anak yang sehat mentalnya adalah selalu gembira dengan keadaan dirinya dalam situasi apa pun. Selalu memandang positif setiap kejadian dan mampu bersikap bijak serta lentur pada setiap kondisi yang menimpanya.
Membentuk anak sehat mental dapat dilakukan dengan:
1. positif. Pengasuhan yang responsif, stimulatif dan Jangan takut membuat anak menjadi manja karena ibu atau ayah aktif memberikan respons. Respons diberikan sesuai dengan kebutuhan anak. Dengan demikian, orangtua harus sensitif membaca kebutuhan anaknya.
2. Stimulasi yang kuat juga harus diberikan sesuai dengan tahapan perkembangan usianya. Bila berlebihan, malah akan membuat si anak frustrasi. Sedangkan bila kurang, anak akan tertinggal.
3. Orangtua juga harus rajin berkomunikasi dengan anak untuk mengetahui kebutuhan fisik dan mental anak.
4. Ajari anak untuk merasa kompeten sehingga mampu menghadapi setiap situasi dan lingkungan. Caranya, beri kesempatan anak untuk mandiri dan jangan dibantu terus untuk setiap hal. Berikan alternatif pemecahan masalah.
5. Beri penguatan positif terus menerus. Umumnya, orangtua jarang memberi komentar kalau anaknya melakukan hal-hal yang baik, tapi kalau anaknya berbuat kesalahan kecil saja, mereka langsung menegur dan memarahinya. Dari sini anak mendapat pola belajar yang negatif. Akibatnya bisa berkembang konsep diri negatif, yang terbawa sampai dewasa. Untuk jangka panjang kepercayaan dirinya juga rendah. Sebaliknya, bila ia diberi penguatan positif, anak akan menjadikan keluarga sebagai benteng pertahanan terakhir.
6. Beri kebebasan pada anak untuk mengekspresikan diri. Jika ia nyaman mengungkapkan perasaannya, ia tidak sampai depresi kalau di luar rumah diejek teman. Soalnya, ia mampu mengatasi kesulitan-kesulitannya. Karena itu, penting memberi kesempatan anak mengenali emosi-emosinya dan mengekspresikannya. Misalnya, biasakan ia mengungkapkan, "Hari ini aku sedih karena si Odi tidak mengajakku main sepakbola." Kesedihan ini merupakan beban dan harus dilepaskannya di rumah. Yang penting keluarga harus kokoh. Tekanan dari mana pun akan teratasi bila anak merasa dicintai keluarganya.
7. Kenali karakter anak agar bisa menerapkan pola asuh yang tepat. Ada anak yang sensitif dan cepat tersinggung, tapi ada pula anak yang memiliki karakter keras. Untuk kedua macam tipe tersebut tentu dibutuhkan kiat asuh yang berbeda. Ingatlah meskipun bersaudara, setiap anak memiliki karakter yang berbeda.
8. Doronglah anak untuk selalu aktif beraktivitas, misalnya berolahraga dan menekuni hobinya. Penelitian menunjukkan, dengan olahraga hormon endorfin dilepaskan. Akibatnya, anak merasa lebih nyaman dan tenang. Selain itu, menekuni hobi juga dapat dijadikan sarana relaksasi dan menghindari stres.


Narasumber ahli:
dr.Thjin Wiguna, SpKJ
Divisi Kesehatan Jiwa Anak
Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa
FKUI - RSCM